POLITIK ISLAM : Pemerintahan era Nabi Muhammad SAW
|
Kamis, 17 November 2016
I.
PENDAHULUAN
Sejak
kedatangan Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib, maka seketika itu juga berubahlahlah
namanya kota Yatsrib menjadi Madinnatun Nabawi artinya kota nabi, selanjutnya disebut
Madinah. Kemajemukan komunitas Madinah membuat rasul melakukan negoisasi
dan konsolidasi melalui perjanjian tertulis yang terkenal dengan “piagam
Madinah”. Berawal dari Piagam Madinah inilah sesungguhnya merupakan rangkaian
penting dari proses berdirinya Negara Madinah.
Satu
hal lain yang perlu digarisbawahi bahwa Islam pada periode Madinah adalah Islam
yang terus mencari tata system pemerintahan yang cocok. Bagaimana bentuk dan
pemerintahan yang baik yang dilakukan
oleh pemerintahan Nabi Muhammad SAW. Pembahasan mengenai pemerintahan era Nabi
Muhammad SAW di Madinah ini akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
sejarah politik Rasulullah di Madinah ?
2. Bagaimaana
kepemimpinan Nabi Muhammad SAW ?
3. Bagaimana
bentuk politik dan pemerintahan Nabi Muhammad SAW ?
III.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Politik Rasulullah Di Madinah
Pemerintahan
Nabi Muhammad SAW di Madinah merupakan pemerintahan yang toleran. Tentang
toleransi ini dapat dibaca dalam piagam Madinah, antara lain penghormatan pada
pemeluk agama yang berbeda, hidup bertetangga secara damai, kerja sama dalam
keamanan, dan perlindungan bagi pihak-pihak yang teraniaya.
Selama
Nabi Muhammad SAW, menjadi pemimpin negara Madinah, ia menjadi pemimpin yang
adil dan menerapkan keagungan moral bagi rakyatnya. Kepemimpinan Nabi Muhammad
SAW adalah cermin moralitas dan teladan indah bagi umat islam, bahkan umat
manusia. Nabi Muhammad SAW adalah model ideal umat yang karier hidupnya dapat
memunculkan kearifan-kearifan politik umat.[1]
a. Posisi
Nabi Muhammad SAW, sebagai kepala negara dan Madinah sebagai negara
Nabi
Muhammad SAW, sebagai Rasul, bukan hanya penyampai dan penjelas keseluruhan
wahyu Allah, melainkan juga diberi hak legislatif atau hak menetapkan hukum
bagi manusia dan hak menertibkan kehidupan mayarakat. Oleh karena itu, Nabi
Muhammad SAW disebut contoh teladan yang baik bagi manusia.
Pernyataan
tersebut sesuai dengan bukti-bukti historis tentang tugas-tugas yang beliau
lakukan setelah di Madinah, perannnya lebih luas, bukan hanya sebagai Rasul dan
pendakwah yang mengajak manusia beriman kepada Allah dan sebagai pembimbing
spiritual tetapi juga sebagai kepala negara sekaligus ketika di Madinah.
b. Sistem
Pemerintahan dan Politik
1) Peran
masjid dalam pemerintahan
Pengaturan
sistem pemerintahan dan politik di negara Islam telah dimulai sejak awal
kedatangan Rasulullah SAW di Madinah ketika mendirikan Masjid Nabawi. Saat itu,
Masjid Nabawi tidak hanya difungsikan sebagai tempat pelaksanaan ibadah ritual
seperti shalat, tetapi juga untuk beberapa hal berikut :
a) Tempat
berkumpul untuk melakukan musyawarah
b) Pusat
kepemimpinan politik
c) Tempat
Rasulullah menerima tamu pemerintahan
d) Mahkamah
(pengadilan)
e) Pusat
pengembangan ekonomi
2) Piagam
Madinah dan Sistem Politik di Negara yang baru
Di
Madinah, Rasulullah SAW langsung meletakkan fondasi sistem politik dengan
membuat undang-undang. Hal ini tercermin dalam piagamMadinah. Piagam tersebut
dengan jelas menetapkan kewajiban semua pihak di Madinah. Di antara teks dan
butir-butir piagam Madinah tersebut adalah :
a) Butir
ke-36 ; Tidak ada seorangpun yang boleh keluar dari Madinah kecuali dengan izin
Muhammad SAW.
b) Butir
ke-24 ; Suatu peristiwa atau perselisihan yang terjadi antara pihak-pihak yang
menyetujui piagam ini dan dikhawatirkan akan membahayakan kehidupan bersama
harus diselesaikan atas ajaran Allah dan kepada Muhammad sebagai utusan-Nya.
c) Butir
ke-17 ; Perdamaian bagi kaum mukmin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh
mengadakan perdamaian dengan pihak luar dalam perjuangannya menegakkan agama
Allah, kecuali atas dasar persamaan dan keadilan.
3) Pusat
Pemerintahan adalah Madinah
Seluruh
kebijakan dan tugas politik ataupun pemerintahan berada sepenuhnya di tangan
Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut disebabkan, urusan-urusan umum yang berkaitan
dengan urusan politik yang bertujuan menata urusan umat dan menjaga
kemaslahatan mereka, pengerahan pasukan, pembagian rampasan perang, pengadaan
perjanjian, penandatanganan perdamaian, pemanfaatan anggaran, pembagian
wilayah, pemberlakuan hukuman (sanksi), penugasan hakim dan lain-lain yang
merupakan bagian dari tugas sebuah pemerintah tertinggi. [2]
Model
pemerintahan Rasulullah SAW. dapat disebut sebagai pemerintahan sentralistik.
Walaupun demikian, ada banyak hal yang menuntut diberlakukannya model
pemerintahan seperti itu, diantaranya sebagai berikut :
Pertama,
tuntutan kondisi sebuah negara islam yang baru tumbuh.
Kedua, kekuasaan
perintah (intruistik) Rasulullah SAW dalam tugas-tugas kenegaraan dan kepada
para pejabatnya memiliki ciri khas tersendiri.
a. Habisnya
masa pemerintahan sentralistik
Sejak
tahun kesembilan hijrah, tepatnya setelah utusan dari kabilah-kabikah Arab
silih berganti yang menjumpai Rasullah dan menyatakan keislamannya, negara
islam pun mulai meninggalkan model pemerintahan sentralistik dan berpindah ke
model desentralistik. Rasulullah SAW mulai mengangkat seseorang dari setiap delegasi
yang datang menyatakan masuk islam untuk menjadi wakil pemerintahan di dalam
kabilahnya. Penunjukan seperti ini dalam rangka menautkan hati mereka kepada
islam.
b. Pengawasan
Pemerintahan
Pengawasan
kontrol merupakan unsur terpenting untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang
bersih dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW sangat
menekankan pentingnya pengawasan terhadap para pejabat pemerintah.
Pada
sisi lain, sistem pemerintahan Islam dalam periode Madinah juga sangat
memperhatikan pentingnya pengawasan penguasa atau pimpinan terhadap para aparat
dan pejabat-pejabatnya. Tujuannya adalah untuk menjamin terlaksananya kewajiban
dan tugas mereka dengan baik. Rasulullah SAW senantiasa mengawasi seluruh
pejabat dan mengevaluasi pekerjaan mereka.
B. Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW
Salah
satu aspek kehidupan Rsulullah SAW yang menjadi dan patut diteladani adalah
kepemimpinannya. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, kepemimpinan Rasulullah
SAW telah mewarnai dan mengarahkan perjalanan sejarah umat manusia dari
gelapnya kehidupan jahiliah menuju terang benderangnya kebenaran Islam.
Masyarakat
Madinah yang majemuk merupakan masyarakat yang teratur di bawah pimpinan Nabi
Muhammad SAW. Ketetapan pasal-pasal piagam Madinah jelas mengukuhkan fungsi Nabi
Muhammad SAW sebagai pemuus akhir atas perbedaan pendapat dan perselisihan yang
terjadi antara peserta perjanjian. Keputusan yang diambil dapat didasarkan atas
petunjuk wahyu.[3]
Posisi
Nabi Muhammad SAW ditengah masyarakat Madinah yang diangkat dari ketetapan
piagam Madinah dan pelaksanaanya dalam praktik kepemimpinannya diatas,
diketahui bahwa Nabi Muhammad SAW di samping kapasitasnya sebagai Rasul Allah
untuk menyampaikan hukum-hukum-Nya, juga berkedudukan sebagai pemimpin
tertinggi, serta memiliki kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Walaupun beliau memegang seluruh kekuasaan politik dan pada masa itu orang
belum mengenal teori pemisah atau pembagian kekuasaan, namun implementasinya
dalam praktik menyelenggarakan pemerintah tidak bersifat autokratis. Pemahaman
ini didasarkan pada uraian Nabi Muhammad SAW mendelegasikan tugas-tugas
pemerintah, baik eksekutif maupun yudikatif kepada para sahabat yang dianggap
mampu dan cakap. Artinya, dalam pemerintahan terdapat distribusi kekuasaan,
baik dalam pemerintah pusat maupun antara pemerintah pusat dan pemerintahan di
daerah. Beliau juga melibatkan sahabat dalam musyawarah untuk mengambil
keputusan mengenai suatu masalah yang ketentuan hukumnya tidak atau belum
terdapat dalam wahyu. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pemerintahan yang beliau
pimpin terdapat proses legislasi yang bercorak demokratis.
Ada
beberapa prinsip menonjol dalam kepemimpinan Rasulullah SAW, yaitu sebagai
berikut :[4]
1. Kesesuaian
antara perbuatan dengan ucapan.
2. Komitmen
yang kuat pada nasib kaum yang lemah dan tertindas
3. Pemimpin
sebagai pengayom dan pelayan bagi pihak yang dipimpin.
Selain
dari ketiga hal tersebut, yang tidak kalah penting adalah tipe ideal pemimpin
muslim, menyampaikan amanat dan penegakan keadilan.
C. Bentuk-bentuk dan Pemerintaha Rasulullah SAW di
Madinah
Hubungan
antara agama dan politik pada zaman Nabi Muhammad SAW terwujud dalam masyarakat
Madinah. Muhammad selama sepuluh tahun di kota hijrah itu telah tampil sebagai
penerima berita suci dan seorang pemimpin masyarakat politik.
Sistem
pemerintahan yang dibentuk oleh Nabi Muhammad SAW adalah bercorak
teodemokratis. Di satu sisi tatanan masyarakat harus berdasarkan hukum-hukum
wahyu yang diturunkan oleh tuhan dalam menyikapi setiap peristiwa. Di sisi lain
bentuk pemerintahan dan tatanan sosial dirumuskan melalui proses musyawarah
yang dilakukan secara bersama suku-suku yang ada dalam masyarakat Madinah.
Apabila dikontekskan dengan sistem pemerintahan sekarang, bentuk struktur
tatanan pemerintahan terdiri atas eksekutif, yudikatif, dan legislatif.
Eksekutif, artinya kepala pemerintahan dipegang oleh Nabi Muhammad SAW
begitupun dalam mahkamah konstitusi dan hukum ditentukan oleh Nabi Muhammad
SAW. sebagai pengambil kebijakan selain dalam masalah menentukan bentuk tatanan
masyarakat yang menyangkut pluralitas warga negara Madinah. Dalam ranah
legislatif, setiap suku yang ada di Madinah mempunyai persamaan hak dalam
menyampaikan pendapat dalam menentukan tatanan sosial masyarakat seperti dalam
menciptakan konstitusi piagam Madinah.
Dalam
membiayai pemerintahan, Nabi Muhammad SAW mengambil zakat (zakat fitrah dan
zakat maal) untuk umat muslim serta mengambil jizyah dari non-muslim yang ada
dalam masyarakat Madinah selain melalui militer,[5]
konsolidasi pemerintahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW juga menggunakan
diplomasi dann melalui perkawinan politik.
Cara
Nabi Muhammad SAW, mempraktikkan demokrasi dalam menjalankan roda
pemerintahannya berpedoman pada Al-qur’an dalam memutuskan sesuatu. Akan
tetapi, apabila ada perkara yang belum diatur dalam Al-qur’an Nabi Muhammad SAW
mengajak musyawarah dengan sahabat-sahabatnya. [6]
IV.
KESIMPULAN
Nabi
Muhammad SAW menjadi pemimpin Madinah yang adil dan menerapkan keagungan moral
bagi rakyatnya. Nabi Muhammad tidak hanya menjdi Rasul tapi juga menjadi kepala
negara. Hal ini menjadi sejarah politik Nabi Muhammad di Madinah. Seperti
terbentuknya Piagam Madinah yang menjadi buktinya, peran masjid dalam
pemerintahan, dan lain sebagainya.
Kepemimpinan
Nabi muhammad di Madinah mempunyai prinsip yang menonjol seperti kesesuaian
antara perbuatan dengan ucapan, komitmen yang kuat pada nasib kaum yang lemah
dan tertindas, serta pemimpin sebagai pengayom dan pelayan bagi pihak yang
dipimpin. Namun yang paling penting adalah pemimpin yang mampu menyampaikan
amanat dan menegakkan keadilan.
Sistem
pemerintahan yang dibentuk oleh Nabi Muhammad SAW adalah bercorak
teodemokratis. Kalau era sekarang bisa dikatakan menggunakan sistem legislatif,
eksekutif dan yudikatif. Dalam membiayai pemerintahan, Nabi Muhammad SAW
mengambil zakat. Cara Nabi Muhammad SAW, mempraktikkan demokrasi dalam
menjalankan roda pemerintahannya berpedoman pada Al-qur’an dalam memutuskan
sesuatu.
[1]
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2010) hal.39
[2]
Muslim Mufti, M.SI., Politik Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015)
hal.79
[3]
Muslim Mufti, M.SI., Politik Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015)
hal. 81
[4]
Muslim Mufti, M.SI., Politik Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015)
hal.83
[5]
Karen Armstrong, Sejarah Islam Singkat, (Yogyakarta: Elbanin Media,
2008), hal. 87
[6]
Muslim Mufti, M.SI., Politik Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015)
hal.88
Tidak ada komentar:
Posting Komentar