TEORI GESTALT

| Selasa, 06 Desember 2016
PENDAHULUAN
I.       Latar Belakang
Terdapat lima aliran-aliran dalam psikologi, sseperti strukturalisme (structuralism), aliran fungsionalisme (functional psychology), aliran psikoanalisis, aliran psikologi gestalt (gestalt psychology), dan aliran behaviorisme (behaviorism). Yang akan dibahas dalam makalah ini, berkaitan dengan aliran atau teori Gestalt (gestalt psychology). Kata Gestalt berasal dari bahasa Jerman, yang dalam bahasa Inggris berarti form, shape, configuration, whole (Fauzi, 1997:26).
Selanjutnya, pembahasan akan diuraikan dalam isi makalah ini yang berkaitan dengan pengertian Teori Gestalt, ilmuan yang berkaitan dengan teori Gestalt, dan terapi Gestalt.


RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian Teori Gestalt?
2.      Siapa saja ilmuan yang mengemukakan dan mengembangkan teori Gestalt?
3.      Bagaimana terapi Gestalt?
4.      Bagaimana Karakteristik proses konseling Teori Gestalt ?
5.      Apa tujuan terapi gestalt ?

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Gestalt
Kata gestalt berasal dari bahasa Jerman, yang dalam bahasa inggris berarti form, shape, configuration, whole (Fauzi, 1997:26) ; dalam bahasa Indonesia berarti “bentuk” atau “konfigurasi” , “hal”, “peristiwa”, “pola”, “totalitas”, atau “bentuk keseluruhan” (Dirgagunarsa, 1996:86; Sarwono, 1997 :82)[1].
Berbagai istilah bahasa Inggris telah dicoba untuk menerjemahkan istilah Gestalt ini, antara lain shape psychology (diajukan oleh Spearman) dan configurationism (diajukan oleh Titchener). Namun istilah-istilah tersebut rupanya tidak “pas’ dalam arti tidak bias menggambarkan arti yang sesungguhnya dari istilah itudalam bahasa Jerman. Sebab itu, istilah Gestalt tetap digunakan sebagaimana adanya dalam bahasa Inggris dan juga oleh  kalangan para ahli psikologi Indonesia.

B.     Ilmuwan yang berkaitan denga teori Gestalt
Eksperimen Gestalt pertama, menurut Atkinson dan kawan-kawan, mempelajari gerakan, terutama fenomena phi. Jika dua cahaya dinyalakan secara berurutan (asalkan waktu dan lokasi spacialnya tepat), subjek melihat cahaya tumbang bergerak dari posisi cahaya pertama ke cahaya kedua. Fenomena pergerakan ini telah banyak diketahui, tetapi ahli psikologi Gestalt menagkap kepentingan teoretis pola stimuli dalam menghasilkan efek. Pengalaman kita bergantung pada pola yang dibentuk oleh stimuli dan pada organisasi pengalaman, menurut mereka. Apa yang kita lihat adalah relatif terhadap latar belakang, dengan aspek lain dari keseluruhan.
Seperti disingkat diatas, aliran Gestalt yang utama bukanlah elemen, tetapi keseluruhan. Kesadaran dan jiwa manusia tidak mungkn dianlisis kedalam elemen-elemen. Gejala kejiwaan harus dipelajari sebagai suatu keseluruhan atau totalitas. Keseluruhan, dalam pandangan aliran Gestalt, lebih dari sekadar penjumlahan unsur-unsurnya. Keseluruhan itu lebih dahulu ditanggapi dari bagian-bagiannya, dan bagian-bagian itu harus memperoleh makna dalam keseluruhan. Arti atau makna Gestalt bergantung pada unsur-unsurnya; dan sebaliknya, arti unsur-unsur bergantung pula pada Gestalt.[2]
Sebenarnya teori mengenai Gestalt dikembangkan oleh psikologi sosial. Teori ini makin berkembang dengan teori S(timulus)- R(espons), yang juga dipakai oleh ilmu komunikasi.
Teori ini menandaskan bahwa “setiap kegiatan S-R mempunyai organisasi” sendiri. Hal ini disebabkan masing-masing orang mempunyai “cara” sendiri dalam persepsi, belajar, berprestasi, dan memecahkan masalah karena itu setiap individu adalah Gestalt tersendiri, dan dari hubungan atau interaksi dua orang, terjadi pula pengorganisasian pula. Pendapat ini dibuktikan oleh Eric Berne dalam teorinya Game poeple play. Menurut Berne (1967), setiap hubungan (sosial) dipengaruhi oleh Gestalt sosial yang dibentuk bersama oleh komunikator dan komunikan. Dalam proses komunikasinya akan terjadi suatu transaksi. Situasi transaksi adalah hasil dari situasi S-R; sehingga, disamping pengiriman lambang, terjadilah proses psikologis, yaitu transaksi stimulus dan transaksi respon.
Transaksi ini, menurut Eric Berne, bisa mempunyai implikasi (Berne, 1967:19,29):
1.      Ritual
2.      Mengisi waktu senggang
3.      Permainan atau perlombaan
4.      Hubungan intim
5.      Kegiatan dan tindakan
Menurut psikolog Gestalt, manusia tidak memberikan respon pada stimuli secara otomatis. Manusia adalah organisme aktif yang menafsirkan dan bahkan mendistorsi lingkungan .sebelum memberikan respon, manusia menangkap dulu “pola” stimulis secara keseluruhan dalam satu-satuan yang bermakna. Pola ini disebut Gestalt. Huruf “l” akan diangkap sebagai angka satu dalam rangkaian “1,2,3” tetapi menjadi huruf “el” dalam rangkaian “k,l,m,n”. manusia lah yang menentukan makna stimuli itu, bukan stimuli itu sendiri. 
Walaupun psikologi gestalt merupakan gerakan pemberonrakan terhadap psikologi Wilhelm Wundt yang otomistik sama halnytya dengan fenomenologi Husserl yang merupakan gerakan perlawanan terhadap filsafat dominan pada waktu itu, psikologi gestalt berkembang terlepas dari Husserl. Para pendiri psikologi gestalt, yaitu Wertheimer, Koffka, dan Kohler menerima cahaya tradisi fenomenologi Ewald Hering, Brentano, dan Stumpf.Mereka bisa dipastikan mengenal Husserl, dan barang kali bertemu secara pribadi, Namun, mereka tidak begitu tertarik pada fenomenologi Husserl, sebab mereka tidak menemukan sesuatu yang relevan dengan teori yang mereka kembangkan.Baru setelah di Amerika, pada tahun 1930-an, para ahli psikologi gestalt membuat rujukan pada Husserl.
C.     Terapi Gestalt
Terapi Gestalt yang dikembangkan oleh Frederick S Firtz Perls adalah bentuk terapi eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu-individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan. Karena bekerja terutama di atas prinsip kesadaran, terapi gestalt terfokus pada apa dan bagaimana-nya pada tingkah laku dan pengalaman disini-dan-sekarang dengan memadukan (mengintegrasikan) bagian-bagin kepribadian yang terpecah dan tak diketahui.
Asumsi dasar terapi gestalt adalah bahwa individu-individu mampu menangani sendiri masalah-masalah hidupnya secara efektif.Tugas utama terapi adalah membantu klien agar mengalami sepenuhnya keberadaanya disini dan sekarang dengan menyadarkannya diatas tindakannya mencegah diri sendiri merasakan dan mengalami saat sekarang.
Sumbangan utama dari terapi Gestalt adalah penekanannya pada disini dan sekarang serta pada belajar menghargai dan mengalami sepenuhnya saat sekarang.Berfokus pada masa lampau dianggap sebagai suatu cara untuk menghindari tindakan mengalami saat sekarang sepenuhnya.
Guna membantu klian untuk membuat kontak dengan saat sekarang, terapis lebih suka mengajukan pertanyaan-pertanyaan “apa” dan “bagaimana” ketimbang “mengapa”. Dalam rangka meningkatkan kesadaran atas “saat sekarang”, terapis melakukan dialog dalam kala kini (presentense) dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan seperti “apa yang terjadi sekarang ini? Apa yang sedang berlangsung ssekarang? Apa yang sedang anda alami sekarang saat anda duduk disana dan mencoba berbicara? Bagaimana kesadaran anda saat ini?Bagaimana anda mengalami ketakutan anda sendiri saat ini?Bagaiman anda mencoba menarik diri saat ini? Perls (1969-an) menandaskan bahwa tanpa intensifikasi perasaan-perasaan, individu akan berspekulasi tentang mengapa ia merasa seperti ini. Menurut Perls pertanyaan-pertanyaan “mengapa”hanya akan mengarah pada rasionalisasi-rasionalisasi dan “penipuan-penipuan diri” serta menjauhkan individu dari kesegeraan mengalami. Pertanyaan-pertanyaan “mengapa” juga mengarah kepapa pemikiran yang tak berkesudahan tentang masa lampau yang hanya akan membangkitkan penolakan  terhadap saat sekarang.[3]
Dalam terapi gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai, yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan dan sebagainya.
            Levitsky dan Perls (1970:hlm.144-149) menyajikan suatu uraian ringkas tentang sejumlah permainan yang bisa digunakan dalam terapi gestalt yaitu :
1.      Permainan-permainan dialog
2.      Membuat lingkaran
3.      Urusan yang tak selesai
4.      “saya memikul tanggung jawab”
5.      Saya memiliki suatu rahasia
6.      Bermain proyeksi
7.      Pembalikan
8.      Irama kontak dan penarikan
9.      “ulangan”
10.  “melebih-lebihkan”
11.  “boleh saya memberimu sebuah kalimat”
12.  Permainan-permainan konseling perkawinan
13.  “bisakah anda tetap dengan perasaan ini”

D.    Karakteristik proses konseling Teori Gestalt
Garis – garis besar terapi Gestlat sebagai berikut:
a.       Fase pertama: membentuk pola pertemuan terapeutik agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan – perubahan yang diharapkan pada klien. Situasi mengandung komponen emosional dan intuitif.
b.      Fase kedua: melaksanakan pengawasan , konselor berusaha meyakinkan atau memaksa klien mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan keadaan klien. Dua hal yang harus dilakukan:
•         Menimbulkan motivasi pada klien.
•         Menciptakan rapport yaitu hubungan baik antara konselor dan klien agar timbul rasa percaya klien bahwa segala usaha konselor itu disadari benar oleh klien untuk kepentingannya.
c.       Fase ketiga : klien didorong untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada pertemuan-pertemuan terapi saat ini, bukan menceritakan masa lalu atau harapan-harapan masa datang.
d.      Fase terakhir : setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang dirinya, tindakannya, perasaannya, maka terapi ada pada fase terakhir. Pada fase ini klien harus memiliki ciri-ciri yang menunjukan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien harus memiliki kepercayaan pada potensinya. Menyadari dirinya, sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perbuatannya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya. [4]
            E. Tujuan terapi Gestalt
Tujuan utama konseling geslat adalah meningkatkan proses pertumbuhan klien dan membantu klien mengembangkan potensi manusiawinya. Sedangkan fokus utama dalam koseling Gestalt ialah membantu individu melalui transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan mandiri(self-support). Melalui proyeksi dirinya kepada konselor, klien diharapkan menjadi sadar bahwa baik dirinya maupun konselor ternyata tidak memiliki pribadi yang sempurna.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.
·         Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas.
·         Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
·         Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)
·         Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.
Sasaran utama terapi gestalt adalah pencapaian kesadaran. Dengan kesadaran, klien memiliki kesanggupan untuk menghadapi dan menerima permasalahan yang ada. Apabila klien menjadi sadar, maka urusannya yang tidak selesai akan selalu muncul sehingga bisa ditangani dalam terapi.


KESIMPULAN
konseling Gestalt  berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Terapi Gestalt yang dikembangkan oleh Frederick S Firtz Perls adalah bentuk terapi eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu-individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan.
Levitsky dan Perls (1970:hlm.144-149) menyajikan suatu uraian ringkas tentang sejumlah permainan yang bisa digunakan dalam terapi gestalt yaitu :
1.         Permainan-permainan dialog
2.         Membuat lingkaran
3.         Urusan yang tak selesai
4.         “saya memikul tanggung jawab”
5.         Saya memiliki suatu rahasia
6.         Bermain proyeksi
7.         Pembalikan
8.         Irama kontak dan penarikan
9.         “ulangan”
10.       “melebih-lebihkan”
11.       “boleh saya memberimu sebuah kalimat”
12.       Permainan-permainan konseling perkawinan
13.       “bisakah anda tetap dengan perasaan ini”






[1]Dr. Alex Sobur, M.Si, psikologi umum, (Bandung: CV pustaka setia,2003), hlm. 116
[2] Ibid, hlm. 117.
[3]Gerald Corey, teori dan praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung, PT Refika Aditama, 2013), hlm. 119-120.
[4] http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-gestalt/
edit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama
Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Followers

calender

TIME

welcome

Pages

BTemplates.com

Weekly post

© Design 1/2 a px. · 2015 · Pattern Template by Simzu · © Content Moonlight and Starlight